Maulid Nabi Muhammad SAW 2024: Meneladani Kesabaran Nabi dalam Berdakwah
Kaum Muslimin Rahimakumullah, Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Rasulullah SAW, Nabi yang lahir di Mekah pada tanggal 12 Rabiul Awwal, sebagai penanda hancurnya kebatilan dalam sejarah peradaban manusia menuju peradaban Islam yang gemilang. Shalawat beserta salam semoga Allah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad Rasulullah SAW. Seorang Nabi yang mengajari ummatnya dengan teladan dan kesabaran, bukan dengan kekerasan, cacian, ataupun makian.
Maha benar Allah SWT yang telah berfirman dalam QS. An-Nahl [16]: 125-128,
ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ <> وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا۟ بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُم بِهِۦ ۖ وَلَئِن صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِّلصَّٰبِرِينَ <> وَٱصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِٱللَّهِ ۚ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِى ضَيْقٍ مِّمَّا يَمْكُرُونَ <> إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَوا۟ وَّٱلَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ
Ud’u ilā sabīli rabbika bil-ḥikmati wal-mau’iẓatil-ḥasanati wa jādil-hum billatī hiya aḥsan, inna rabbaka huwa a’lamu biman ḍalla ‘an sabīlihī wa huwa a’lamu bil-muhtadīn <> Wa in ‘āqabtum fa ‘āqibụ bimiṡli mā ‘ụqibtum bih, wa la`in ṣabartum lahuwa khairul liṣ-ṣābirīn <> Waṣbir wa mā ṣabruka illā billāhi wa lā taḥzan ‘alaihim wa lā taku fī ḍaiqim mimmā yamkurụn <> Innallāha ma’allażīnattaqaw wallażīna hum muḥsinụn
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. <> Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. <> Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. <> Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.”
Kaum Muslimin Rahimakumullah
14 abad silam di Mekah, lahirlah seorang bayi lelaki dari pasangan Ayah bernama Abdullah dan Ibu bernama Aminah. Secara pribadi, kelahiran sang bayi tersebut seolah dipenuhi dengan kemalangan karena lahir pada saat ayahandanya sudah meninggal dunia beberapa bulan sebelum sang bayi tersebut dilahirkan. Oleh sang kakek, Abdul Muthalib, yang kemudian menjadi wali, sang bayi diberi nama Muhammad, yang berarti “yang dipuji”. Suatu nama yang belum pernah menjadi nama bagi siapapun bayi di muka bumi ini.
Tepatnya, sang bayi tersebut lahir di tanggal 12 Rabiul Awal. Pada saat itu, bangsa Arab belum terbiasa mengidentifikasikan angka dalam menentukan tahun. Biasanya mereka mengidentifikasikan tahun dengan sebuah peristiwa besar yang terjadi. Karena pada saat itu terjadi penyerbuan oleh Raja Abrahah dari Ethiopia ke Mekah bersama barisan tentara yang menggunakan gajah sebagai tunggangan mereka, maka tahun tersebut disebut sebagai tahun gajah.
Ada banyak sekali keanehan dan kejanggalan yang mengiringi kelahiran sang bayi,
Pertama, Pasukan gajah pimpinan Raja Abrahah yang telah disebutkan diatas, secara mengejutkan dihancurkan oleh Allah SWT sebelum berhasil masuk masuk ke Mekah. Rencana mereka untuk merusak ka’bah gagal total karena Allah menurunkan pasukan burung ababil. Riwayat kejadian ini terangkum dalam salah satu surat di Alquran, yaitu surat al-Fiil.
Kedua, sang Ibu, Siti Aminah, ketika melahirkan sang bayi tersebut menyebutkan bahwa beliau melihat cahaya keluar dan menerangi kea rah istana-istana di Syam atau yang sekarang kita kenal sebagai Suriah. Peristiwa ini memberikan isyarat bahwa kelak negeri Syam akan diterangi dengan cahaya Islam.
Ketiga, kelahiran sang bayi tersebut ditandai dengan runtuhnya 14 balkon Istana Kisra. Sebuah isyarat bahwa kelak kerajaan Persia akan jatuh. Berikutnya, api yang biasa disembah oleh orang beragama Majusi tiba-tiba padam, gereja di Buhairah runtuh, dan banyak sekali kejadian janggal lainnya.
Dalam perjalanan hidupnya, Muhammad kecil terus menerus kehilangan orang yang beliau sayangi. Ibundanya meninggal, disusul dengan kakeknya. Beliau kemudian diasuh oleh sang paman, yakni Abu Thalib. Ketika beranjak dewasa, beliau dikenal dengan julukan al-Amin (orang yang terpercaya) akibat kejujuran beliau dalam berdagang atau berkehidupan. Salah satu peristiwa besar saat itu ialah beliau mampu menghentikan sengketa para kabilah bangsa Arab. Sengketa tersebut berawal dari kejadian pemugaran Ka’bah, yang ketika sudah selesai, masing-masing Kabilah merasa bahwa merekalah kabilah terbesar dan layak dipilih sebagai pihak yang meletakkan hajar aswad ke Ka’bah. Muhammad berhasil menyelesaikan sengketa tersebut dengan jalan meletakkan hajar aswad di tengah surban, masing-masing ujung surban dipegang oleh perwakilan kabilah, kemudian mereka bersama membawanya ke Ka’bah untuk diletakkan. Pada saat bayi tersebut berumur 40 tahun, beliau kemudian diangkat menjadi Nabi dan Rasul pembawa risalah Islam, agama yang sama-sama kita anut.
Kaum Muslimin Rahimakumullah
Sebagai seorang kaum muslimin, sudahlah menjadi kewajaran apabila kita menjadikan figure Nabi Muhammad sebagai idola kita. Adalah suatu kewajaran pula apabila kita berbahagia dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Itulah mengapa, bulan rabiul awal biasa kita sebut sebagai bulan maulud, yang artinya ialah kelahiran, karena di bulan tersebut kita berbahagia atas kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Dalam mengapresiasikan kebahagiaan atas kelahiran Nabi, ada banyak sekali yang bisa kita lakukan. Salah satunya ialah meneladani peri kehidupan Nabi. Apalagi kita tahu bahwa meneladani Nabi merupakan perintah dari Allah SWT untuk kita laksanakan sebagaimana tertera dalam QS. Al-Ahzab [33]: 21,
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا
Laqad kāna lakum fī rasụlillāhi uswatun ḥasanatul limang kāna yarjullāha wal-yaumal-ākhira wa żakarallāha kaṡīrā
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Kaum Muslimin Rahimakumullah
Dalam meneladani sifat dan sikap Rasulullah, ada satu yang sangat menonjol dari beliau yaitu kesabaran. Sebagaimana ayat yang telah kami sebutkan di awal, yakni di surat an-Nahl [16]: 125-128, disitu digambarkan betapa kesabaran merupakan kunci keberhasilan Rasulullah SAW dalam berdakwah.
Kita tentu masih ingat akan betapa susah dan menderitanya perjuangan dakwah Rasulullah SAW. Memulai dakwah di Mekah, beliau mendapatkan penolakan besar oleh kabilahnya sendiri yaitu suku Quraisy. Penolakan paling menonjol justru ditunjukan oleh paman-paman beliau sendiri yaitu Abu Jahal dan Abu Lahab.
Penolakan dari suku Quraisy di Mekah tersebut membuat Nabi memiliki ide untuk hijrah ke Thaif dan mengembangkan dakwah Islam dari sana. Thaif merupakan sebuah kota perbukitan yang amat subur di dekat kota Mekah. Disana Rasulullah menemui suku Bani Tsaqif yang notabenenya masih memiliki hubungan darah dengan Rasulullah, tepatnya, dengan nenek Rasulullah, ibu dari Hasyim bin Abdu Manaf.
Ditemani oleh mantan budak beliau, yakni Zaid bin Haritsah yang kemudian beliau adopsi sebagai anak, Nabi menemui para pemuka Bani Tsaqif yaitu Abd Yalil, Mas’ud dan Hubaib, mereka adalah anak-anak ‘Amr bin Umair Ats-Tsaqafy. Nabi meminta pertolongan kepada mereka, tetapi mereka menjawab dengan jawaban kasar. Mereka menolak dakwah Rasulullah SAW.
Setelah permintaan Rasulullah terhadap ketiga pemuka Bani Tsaqif tidak dikabulkan, Rasulullah SAW meminta agar tidak menyiarkan berita kedatangan Nabi ke Thaif kepada orang-orang Mekah. Tetapi permintaan itu pun tidak mereka kabulkan. Mereka pun menyiarkan berita kedatangan Nabi kepada kaum kafir Quraisy di Mekah. Selain itu, mereka juga menghasut anak-anak kecil untuk melempari Nabi dengan batu hingga mata kaki Nabi Muhammad berdarah. Zaid bin Haritsah berusaha melindungi Nabi dan menjadi benteng beliau ketika beliau dilempari batu oleh anak-anak kecil.
Setelah itu, Nabi beristirahat di bawah kebun anggur yang bersampingan dengan kebun milik kakak beradik yang bernama Uthbah dan Syaibah. Mereka merupakan sahabat karib Abu Jahal. Sesampainya dikebun tersebut, Nabi berdoa,
اَللُّهُمَّ اِلَيْكَ اَشْكُوْ ضَعْفَ قُوَّتِي، وَقِلَّةَ حِيْلَتِيْ وَهَوَانِيْ عَلَى النَّاسِ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، اَنْتَ رَبُّ الْمُسْتَضْعَفِيْنَ، وَاَنْتَ رَبِّي، اِلَى مَنْ تَكِلُّنِيْ اِلَى بَعِيْدٍ يَتَجَهَّمُنِيْ ؟ اَوْ اِلَى عَدُوٍّ مَلَكْتَهُ اَمْرِيْ ؟ اِنْ لَمْ يَكُنْ بِكَ غَضَبٌ عَلَيَّ فَلاَ اُبَالِيْ وَلَكِنْ عَافِيَتَكَ هِيَ اَوْسَعُ لِيْ، أَعُوْذُ بِنُوْرِوَجْهِكَ الَّذِيْ اَشْرَقَتْ بِهِ الظُّلُمَاتُ، وَصَلُحَ عَلَيْهِ اَمْرُ الدُّنْيَا وَاْلاَخِرَةِ مِنْ اَنْ تُنَزِّلَ بِي غَضَبُكَ اَوْ تَحُلُّ بِي سَخَطُكَ، لَكَ الْعَتْبَي حَتَّى تَرْضَي، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّبِكَ
Allahumma ilaika asykuu dlo’fa quwwati wa qillata hiilatii wa hawaani ‘alan naasi yaa arhamar raahimiin, anta Robbul mustadl’afiin, wa anta Robbii, ilaa man takillanii ilaa ba’iidin yatajahhamunii, au ilaa ‘aduwwin malakathu amrii. In lam yakun bika ghodlobun ‘alayya fa laa ubaalii walakin ‘aafiyataka hiya ausa’u lii, a’uudzu bi nuuri wajhika alladzii asyroqot bihidzdzulumaatu, wa sholaha ‘alaihi amrud dunyaa wal aakhiroti min an tunazzila bii ghodlobuka au tahullu bii sakhothoka, lakal ‘athbaa hatta tardloo, wa laa haula wa laa quwwata illa bika
“Wahai Rabb-Ku, kepada Engkaulah aku adukan kelemahan tenagaku dan kekurangan daya upayaku pada pandangan manusia. Wahai Rabb-ku yang Maha Rahim. Engkaulah Robbnya orang-orang yang lemah dan Engkaulah Robb-ku. Kepada siapa Engkau menyerahkan diriku? Kepada musuh yang akan menerkamku, atau kepada keluarga yang Engkau berikan kepadanya urusanku, tidak ada keberatan bagiku asal Engkau tidak marah kepadaku. Sedangkan afiat-Mu lebih luas bagiku. Aku berlindung dengan cahaya muka-Mu yang mulia yang menyinari langit dan menerangi segala yang gelap. Dan atas-Nyalah teratur segala urusan dunia dan akhirat. Dari Engkau menimpakan atas diriku kemarahanMu atau dari Engkau turun atasku adzab-Mu. Kepada Engkaulah aku adukan halku sehingga Engkau ridha. Tidak ada daya dan upaya melainkan dengan Engkau.“
Allah SWT menjawab doa Nabi. Malaikat Jibril dan penjaga gunung mendatangi beliau. Malaikat Jibril iba menyaksikan Rasulullah itu terluka fisik dan hatinya. Jibril berkata, “Allah mengetahui apa yang terjadi padamu dan orang-orang ini. Allah telah memerintahkan malaikat-malaikat di gunung-gunung untuk menaati perintahmu.”
Para malaikat penjaga gunung itu berkata, “Wahai Muhammad! Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaummu terhadapmu. Aku adalah malaikat penjaga gunung dan Rabb-mu telah mengutusku kepadamu untuk engkau perintahkan sesukamu, jika engkau suka, aku bisa membalikkan Gunung Akhsyabin ini ke atas mereka.”
Nabi dengan lembut berkata kepada Jibril dan malaikat penjaga gunung, “Walaupun mereka menolak ajaran Islam, aku berharap dengan kehendak Allah, keturunan mereka pada suatu saat akan menyembah Allah dan beribadah kepada-Nya.” Nabi bahkan berdoa yang artinya, “Ya Allah berikanlah petunjuk kepada kaumku, sesungguhnya mereka tidak mengetahui.”
Kaum Muslimin Rahimakumullah
Demikian mulianya akhlak Rasulullah, dan demikian luhurnya kesabaran beliau, hingga meskipun beliau disakiti sedemikian rupa oleh kaumnya sendiri, beliau tidak ingin agar mereka disakiti, beliau tetap mengharapkan agar mereka diberikan petunjuk oleh Allah SWT dan berharap semoga kelak keturunan mereka ada yang mau masuk Islam dan mengikuti agama Nabi. Andai saat itu Nabi menghendaki agar penduduk Thaif dimusnahkan, tentu pada saat ini tidak akan ada lagi penduduk Thaif yang tersisa untuk beriman.
Kesabaran Nabi ternyata menghasilkan buah yang luar biasa. Kejadian yang terjadi berikutnya adalah bukan hanya penduduk Mekah dan thaif yang beriman, namun bahkan penduduk Nusantara pun beriman. Kita, bangsa Indonesia, yang terpisah jarak ribuan tahun dan ribuan kilometer dari Rasulullah, saat ini bisa beriman, bisa mengikuti agama Rasulullah, semata-mata karena buah dari kesabaran Rasulullah SAW dalam berdakwah.
Akhirnya, Semoga kita semua bisa meneladani kesabaran Rasulullah SAW, dan bisa dikumpulkan bersama beliau kelak di hari kiamat. Amin Ya Rabbal Alamin.