
Lombok ,Tenarnews.com,’-Satu tahun lalu untuk pertama kalinya nama LALU IQBAL muncul di publik NTB sebagai calon gubernur. Menyelip di antara nama sejumlah politisi kawakan dan karatan seperti Doktor Zul gubernur petahana, Ibu Rohmi Wakil Gubernur Petahana, Suhaili mantan Bupati Lombok Tengah, Lalu Fathul Bupati Lombok Tengah, Sukiman Bupati Lombok Timur dan Mohan Walikota Mataram.
Mereka itulah yang disebut media sebagai cakon gubernur NTB berikiutnya. Sementara Lalu Iqbal Tentu saja ia dianggap anak bawang. Calon kemarin sore. Bau kencur. Partai tak punya. Basis dukungan tak jelas. Namapun tak dikenal. Ringkas kata, Lalu Iqbal dianggap nothing. Ia dikatakan pelengkap pengembira saja.
Setahun berlalu. Keadaan berubah cepat. Lalu Iqbal dari nothing menjadi someone. Dari pelengkap menjadi bintang. Ia menjadi calon gubernur yang cepat sekali populer dan mendadak partainya berlimpah. Dari partai penguasa seperti Gerindra hingga partai baru berdiri semacam Gelora. Dari partai Islam PPP hingga partai kanan Tengah PAN. Dan Golkar pun yg merupakan partai terkuat di NTB juga dikabarkan merapat. Singkat kata, Lalu Iqbal mendadak menjadi bintang. Laris dibicarakan. Ramai diperdebatkan.
Orang jadi penasaran siapa Lalu Iqbal ini? Apa yang sebenarnya yang ia cari? Mengapa ia ingin jadi gubernur di daerah miskin dengan anggaran pembangunan yang minim sepertI iNTB? Bukankah ia telah menjadi “orang besar” di pusat kekuasaan di Jakarta sana? Tahukah ia betapa sulitnya NTB ini beranjak dari kemiskinan dan keterbelangan? Silih berganti gubernur datang NTB tetap masih sulit keluar dari sindiran (N)ASIB (T)IDAK (B)AIK.
Saya tak punya kemewahan untuk mengetahui isi hati dan pikiran Lalu Iqbal secara utuh. Saya tak kenal dekat denganya. Saya menduga ia menyimpan obsesi besar untuk NTB. Dugaan saya itu muncul tatkala saya mendapatkan satu pernyataannya yang sayangnya tak banyak media yang mengutipnya. Saya mendapatkannya di media sosial dalam bentuk video pendek wawancaranya.
Pada video pendek itu Lalu Iqbal berkata: “Saya sama sekali tidak tertarik menjadi gubernur, tetapi saya sangat tertarik dengan wewenangnya”. Bagi saya ini pernyataan original dengan pesn yang kuat. Original karena saya tak pernah mendengar ada calon gubernur yang berkata lugas seperti itu. Lalu Iqbal jelas tidak sedang basa basi ketika ia katakan tak tertarik dengan jabatan gubernur, sebab ia sudah merasakan duduk di jabatan yang setara bahkan mungkin lebih bergengsi dari itu. Menjadi duta besar di Turki, sebuah negara maju di benua Eropa sana.
Dan jika ia bertahan melanjutkan kariernya di Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, sangat mungkin ia akan menikmati kemewahan menjadi dubes berkali-kali di banyak negara. Bahkan sangat mungkin pula karierya akan melesat menjadi apa saja di pusaran kekuasaan di Jakarta sana. Tapi Lalu Iqbal memilih pulang di puncak kariernya sebagai diplomat. Ia korbankan kenikmatan dan kemewahan menjadi pejabat tinggi di pemerintah pusat untuk ikut kontestasi pilkada yang bukan hanya sangat mahal secara finansial, tetapi juga sering kali “kejam” membunuh karakter orang.
“Tetapi saya tertarik pada wewenangnya” potongan kalimat ini intinya. Lalu Iqbal jelas melihat ada wewenang besar pada diri seorang gubernur yang bisa ia kelola dan pergunakan untuk mewujudkan mimpi besarnya. Mimpinya sebagai orang NTB yang puluhan tahun bekerja di banyak sekali negara dan melihat NTB sejatinya memiliki potensi untuk melakukan lompatam jauh ke depan. Lalu Iqbal menetapkan hatinya dan mengambil keputusan: saya harus jadi gubernur dan memanfaatkan wewenang di dalamnya untuk memimpin lompatan itu.
Apakah ia akan benar-benar menjadi gubernur di tanah kelahirannya? Dan apalah ia Akan menjadi gubernur yang berhasil melakukan lompatan itu? Hanya waktu dan takdirnya yang bisa menjawab. Tetapi saya pribadi jatuh simpati dan hormat pada pilihan Lalu Iqbal. Ia memilih memperjuangkan mimpi besarnya terntang NTB melalui satu jalan yang sulit, terjal dan ujungnya pun belum pasti. Ia tempuh itu dengan sabar dan penuh keyakinan. Ia memang bukan politisi tetapi mentalnya jelas bernyali.( Tim)


