.

Berkenaan dengan datangnya shalat idul adha dan dilanjutkan dengan pemotongan hewan kurban beberapa hari lagi, sejarah dan hikmah berkurban sebagai suatu persiapan agar memiliki bekal pengetahuan, sebagai upaya memberikan pengorbanan yang dapat meningkatkan keimanan dan kepedulian kita terhadap sesama, terutama mereka yang kurang mampu dari segi ekonomi
Diceritakan dalam sejarah bahwa suatu malam Nabi Ibrahim alaihissalam bermimpi untuk menyembelih putra kesayangannya yaitu Ismail seorang anak yang sholeh dan tampan yang pada waktu itu berumur sekitar 7 tahun. Nabi Ibrahim alaihissalam yakin bahwa ini adalah mimpi yang datang dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai suatu perintah untuk segera dilaksanakan. Tetapi cinta dan sayang sang ayah yang begitu besar kepada Ismail membuat tidak segera melakukan perintah tersebut. Tetapi mimpi tersebut ternyata berulang kembali dialami pada malam kedua dan perintahnya pun sama. Demikian juga malam ketiga Nabi Ibrahim bermimpi dengan mimpi yang sama. Ini artinya bahwa mimpi tersebut tidak hanya sekedar mimpi, tetapi merupakan instruksi yang wajib hukumnya dilaksanakan dengan segara untuk menyembelihnya sebagai bukti kepatuhan kepada sang Maha Pencipta yaitu Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Kemudian keesokan harinya, Nabi Ibrahim alaihissalam menyampaikan mimpi tersebut dan menanyakan dengan cara yang baik dan lemah lembut. “Wahai anakku tiga malam ini berturut-turut ayahmu bermimpi untuk menyembelihmu, bagaimana pendapatmu apakah anakku bersedia?” Maka Nabi Ismail yang masih berusia anak-anak itu memberikan jawaban yang sangat bijak dan tidak terduga dengan mengatakan; “Wahai ayahku tercinta, laksanakanlah perintah Allah ini dengan segera, jangan ragu dan yakinlah bahwa ini adalah perintah suci yang memiliki hikmah dan manfaat yang besar. Saya ikhlas dan bersedia untuk disembelih dan in sya Allah engkau mendapatiku termasuk orang yang sabar.”
Mendengar jawaban itu Nabi Ibrahim alaihissalam merasa sedih dan terharu. Sedih karena bagaimanapun sang anak yang sudah lama dinanti kelahirannya, ternyata mesti disembelih untuk dikurbankan sebagai wujud kepatuhan kepada Allah Rabbul ‘alamin. Nabi Ibrahim juga terharu dengan jawaban seorang anak yang shaleh, dimana lebih mementingkan perintah Allah daripada perintah lainnya. Lalu keduanya bersepakat untuk segera melakukan perintah ini dan Nabi Ibrahim membawa Ismail untuk disembelih di Mina dengan cara membaringkannya terlebih dahulu di atas pelipisnya.

Sebelum penyembelihan ini dilakukan Nabi Ismail menyampaikan suatu kalimat yang indah dan layak untuk kita renungkan. “Wahai ayahku! Kencangkanlah ikatanku agar aku tidak lagi bisa bergerak, singsingkanlah bajumu agar darahku tidak mengotorinya, dan jika nanti ibu melihat bercak darah itu niscaya ia akan bersedih, percepatlah gerakan pisau itu dari leherku, agar terasa lebih ringan bagiku karena sungguh kematian itu amat sangat dahsyat. Apabila Engkau telah kembali, maka sampaikanlah salam kasih dan cintaku kepadanya.” (Syekh Muhammad Sayyid Ath-Thanthawi, Tafsir Al-Wasith, Beirut, Darul Fikr: 2005 M halaman 3582).
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ
Artinya: Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. (QS Ash Shaffat 37:10.
Tatkala pisau yang sangat tajam tersebut digunakan untuk menyembelih leher Nabi Ismail, ternyata sedikitpun tidak mempan walaupun Nabi Ibrahim telah melakukannya berulang kali. Dan ini suatu keajaiban yang tak terduga yang dialami oleh Nabi Ibrahim bersama anaknya Nabi Ismail. Tidak lama setelah itu tiba-tiba muncullah seekor kibas besar, sehat dan gemuk yang Allah kirim sebagai gantinya. Lalu Nabi Ibrahim menyembelih hewan kibas tersebut untuk dibagikan dagingnya pada orang-orang yang berhak menerimanya. Keajaiban ini terjadi berkat kesabaran Nabi Ismail seorang anak kebanggaan melaksanakan perintah sang ayah dan juga karena kepatuhan Nabi Ibrahim melaksanakan perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Hal ini tersirat dengan nyata dalam Alquran surat Ash-Shaffat ayat 103 – 105.
Dari peristiwa penyembelihan Nabi Ibrahim kepada putranya Nabi Ismail mengandung makna dan nilai yang sangat mulia yaitu hendaknya kita memiliki kepatuhan dan kesabaran dalam melakukan perintah menyembelih hewan kurban. Semua itu dilakukan sebagai wujud syukur kita kepada Allah atas nikmat harta benda yang telah dianugerahkan begitu banyak kepada kita. Kita bisa berkurban sesuai dengan kemampuan yang ada seperti menyembelih kambing, sapi atau unta. Kemudian hewan kurban tersebut kita bagikan kepada mereka yang berhak menerimanya di sekitar kita.
Disisi lain hikmahnya dengan berkurban kita sembelih dan membuang sifat-sifat hewan yang mungkin masih ada dalam diri kita. Di antara sifat-sifat hewan yang mesti kita singkirkan adalah sifat serakah dan tidak pernah merasa cukup, angkuh dan sombong atas kelebihan-kelebihan yang dimiliki, cuek, egois dan tidak peduli terhadap sesama yang mengalami kesusahan dan demikian pula sifat-sifat buruk lainnya mesti dieliminasi dan jangan sampai menjadi watak buruk yang menguasai kepribadian kita, semoga menjadi suatu pengetahuan yang dapat memotivasi kita untuk senantiasa berkurban bila kita diberikan kemampuan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Aamiin
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم.
