Oleh : Didin Maninggara
Saya terinspirasi pagi ini, Sabtu, 4 September 2021, usai senam di depan Kantor Walikota Tangerang Selatan, Banten. Ingin menulis satu sisi tentang TGH Suhaili Fadhil Thohir di media sosial ini. Padahal, saya dengan Abah Uhel, sapaan akrabnya, hanya pernah bertemu selintas dua kali. Yakni, ketika ia menjabat Ketua DPRD NTB, sekian puluh tahun silam dan di Kantor Golkar Sumbawa, sekitar tahun 2017. Itu pun ketemu ramai-ramai.
Adapun inspirasi saya, adalah alangkah baik dan strategis, jika Abah Uhel, pindah haluan politik untuk memimpin Partai NasDem NTB, menggantikan Muhammad Amin yang wafat pada 7 Agustus lalu.
Wacana saya ini merupakan aktualisasi dari berpikir merdeka. Bebas menganalisa. Bebas dari kepentingan orang perorang. Bebas mengungkap sisi pandang dari yang tidak terungkap. Sebab saya menulis, lebih karena keterpanggilan yang tertanam begitu lama dari pantulan jiwa dan naluri sebagai wartawan, sejak 1979.
Abah Uhel, adalah politisi kawakan. Pernah menjadi Bupati Lombok Tengah dua periode. Pengaruhnya begitu besar. Setelah lengser dari jabatannya sebagai Ketua Golkar NTB, diteruskan Mohan Roliskana, Walikota Mataram hasil pilkada 2020.
Abah Uhel sempat menyatakan kecewa karena DPP Partai Golkar menolak maju di musda beberapa bulan lalu. Kekecewaannya begitu dalam, sehingga terucap kalimat “ada pelacur politik di Golkar.”
Meski tidak menyebut siapa yang dimaksud, tapi saya menduga-duga, ucapan itu ditujukan ke pihak di DPP.
Prestasi gemilang selama satu periode memimpin Golkar NTB patut diacungi jempol. Pasalnya, Golkar menjadi pemenang pemilu legislatif yang mengantar Hj. Isvie Rupaeda menduduki kursi Ketua DPRD NTB. Isvie merupakan Sekretaris DPD I era Suhaili.
Menelisik prestasi lainnya, Abah Uhel telah menciptakan pondasi yang kuat dalam membangun soliditas kader yang terbelah. Kendatipun muncul riak-riak politik yang berseberangan, itu bagian dari dinamika. Sesuatu keniscayaan di institusi apapun. Apalagi, di institusi politik sekelas Golkar. Namun, ia mampu menenangkan angin puting beliung di pohon beringin tua itu.
Beberapa hari lalu, saya bertandang ke markas besar Partai NasDem di Menteng, Jakarta Pusat. Saya menulis catatan pendek, bahwa terbetik kabar, DPP belum menemukan figur yang pas pengganti Muhammad Amin di Partai NasDem NTB.
Jika Abah Uhel mengikuti jejak Amin, pasangannya di Pilgub 2018, saya yang menulis bebas tanpa sedikit pun kepentingan politik, sangat apresiasi. Sebab ada optimistis, NasDem NTB di bawah kepemimpinan sekaliber Abah Uhel dapat meneruskan agenda politik yang dirancang Amin menuju pemilu legislatif dan pilpres 2024, kemudian pilkada serentak pada November di tahun sama.
Lebih jauh dari itu, saya mengamati, ada aspek kesamaan karakter politik antara Surya Paloh dan Abah Uhel yang sama-sama bergerak dinamis. Seni politiknya piawi. Sama-sama tumbuh dari satu akar kuat pohon beringin tua, tapi tetap rindang di tengah zaman.***
@Tangsel, 4 September 2024