PROF.DR.M DIN SYAMSUDDIN. MA
Catatan : Didin Maninggara
Wapemred TenarNews.com
Hidup Prof. Dr. M. Din Syamsuddin, MA adalah
sebuah perjalanan yang berdinamika.
Pandangan dan pemikirannya dalam aneka dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara,
terutama tentang Islam
berkemajuan, terus bergerak melakukan
pengembaraan dan perziarahan mengarungi
lima benua.
Menembus sekat global
antara Dunia Barat
dengan Dunia Islam. Muaranya, menjadikan
ia dikagumi sebagai salah satu tokoh pelopor utama
dan pertama dialog antar peradaban.
Tampil dengan seabrek peran strategis di level nasional dan internasional.
Ia tampil berperan karena dirinya sendiri. Tidak karena dibesarkan oleh orang lain.
Ia adalah serupa dirinya.
Bukan serupa orang lain.
Din belajar berkebudayaan dan berdemokrasi dengan kedirian dirinya.
Ketokohannya yang sudah teruji di pentas dalam negeri dan luar negeri,
karena daya ubah dirinya menciptakan perubahan untuk bangsa dan negara. Tentu saja, teristimewa untuk yang bersentuhan
dengan isu Islam Keindonesiaan dan Islam di percaturan global.
Ia menjadi hulu dari segenap muara
dialog pemikiran Islam, dan pemikiran politik Islam yang multi dimensional.
Berikut ini kilas balik pemikiran dan pandangan substantif Din Syamsuddin, dan penjelasannya atas tuduhan radikal oleh kelompok yang menamakan diri GAR Alumni ITB.
Tentang umat Islam Indonesia di tengah percaturan global. Ketika menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah pada periode pertama (2005-2010), Din ingin membawa Muhammadiyah menjadi elemen masyarakat madani di Indonesia yang kuat, kokoh dan dapat menampilkan perannya bagi penguatan masyarakat madani. Tentunya, dapat memperkokoh pula kehidupan berkebangsaan kita, sehingga Indonesia menjadi bangsa yang memiliki harkat dan martabat yang dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain di percaturan global.
Untuk itu, Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, yang paling pertama Din lakukan, ingin Muhammadiyah menjadi kekuatan dinamis dalam membangun umat Islam yang tidak sekedar memiliki kebesaran kuantitatif, tapi juga kebesaran kualitatif.
Kalau hal ini terwujud, Din optimis, umat Islam akan menjadi faktor determinan di Indonesia. Tapi karena kita hidup di era globalisasi, umat Islam Indonesia tidak bisa memalingkan diri dari dinamika global dengan perkembangan dunia yang dinamis. Maka, Muhammadiyah sejak cukup lama masuk ke pusaran global itu, dengan satu keinginan untuk terlibat dalam dialog dan kerja sama antar peradaban.
Din meyakini, itulah pilihan yang terbaik. Bukan pembenturan peradaban, the clash of civilization, seperti diramalkan Samuel P. Huntington. Tetapi, dialog and corporation between civilization.
Untuk itu, ia menyerukan Dunia Islam harus bangkit, karena dialog dan kerja sama itu menuntut adanya kesetaraan. Kalau dunia Islam masih berada pada posisi imperior terhadap dunia Barat, Din meyakini tidak mungkin ada dialog, apalagi kerja sama. Maka, harus berada pada posisi yang setara atau hampir setara untuk memungkinkan adanya dialog.
Setara dalam pengertian seluruh aspek kehidupan peradaban. Untuk itulah, ia harapkan ada pengertian dari Dunia Barat untuk bisa memahami kondisi Dunia Islam. Tentu, khususnya kondisi umat Islam.
Maka, lewat Muhammadiyah khususnya, Din masuk dan terlibat aktif di dalam pertemuan-pertemuan internasional, khususnya Dunia Islam yang semakin marak selama ini.
Seabrek keterlibatannya di dalam berbagai pertemuan skala internasional. Di antaranya, pada konferensi beberapa negara Islam. Ada pertemuan lintas agama dan pertemuan khusus dengan beberapa presiden negara Barat dan Asia.
Khusus lewat Muhammadiyah, Din menjalin kerja sama dengan beberapa negara, seperti antara lain Jepang dan Inggris, dalam segala bidang.
Sekitar tahun 2004, ia menanda tangani MoU sebagai Wakil Ketua PP Muhammadiyah waktu itu, untuk kerja sama kebudayaan-peradaban. Ia juga sudah menanda tangani MuO dengan pemerintah Australia, Jerman dan Rusia. Dua negara terakhir ini memiliki pejabat setingkat menteri untuk berdialog dengan Dunia Islam. Bahkan, Rusia sudah membentuk People of Wisdom dari lintas agama Rusia. Ada lebih dari 50 tokoh Islam dunia terlibat, Din salah satunya dan satu-satunya dari Indonesia.
Din memaparkan kesimpulan dari pertemuan tersebut, melihat Dunia Barat ada geliat untuk mengajak dialog yang semakin intens dengan Dunia Islam. Dunia Barat menyadari bahwa pendekatan wan on teror yang mendiskreditkan Dunia Islam, tidak bisa diteruskan karena hanya akan menciptakan resistensi, dan Dunia Barat akan kewalahan.
Pada tahun 2013 dan 2014, Din sering diundang pidato dan menjadi narasumber pada berbagai pertemuan tingkat tinggi oleh beberapa presiden dari berbagai negara. Antara lain pada Sidang Umum PBB, Kongres Yahudi Sedunia, Sidang Raya Dewan Gereja Sedunia dan beberapa even penting lainnya.
Ketika Din menyampaikan pidato dalam sesi “Praktik Kebebasan Beragama” di Kongres Yahudi Sedunia (World Jewish Congress) yang berlangsung di Budapest, Hongaria pada 5-7 Mei 2013, ia menegaskan satu hal paling penting dan krusial. Yaitu, kebebasan memeluk agama adalah hak asasi manusia, sehingga tidak ada alasan bagi seseorang untuk menghalangi orang lain memeluk agamanya. Tuhan Maha Pencipta, bahkan memberikan kebebasan kepada manusia, apakah mau beriman atau tidak.
Karena itu, Din mengajak perlunya agama hidup berdampingan dalam prinsip “bagimu agamamu, bagiku agamaku”. Yahudi, Islam dan Kristen sebagai agama Samawi yang diturunkan ke dunia sudah seharusnya ada kerja sama antarsesama umat beragama untuk bisa mengembangkan peradaban umat manusia. Yahudi, Islam dan Kristen perlu semakin mendekat dan hidup berdampingan secara damai serta mengembangkan kerja sama peradaban untuk kemanusiaan.
Din hadir sebagai satu-satunya pembicara muslim, dan berpidato bersama sejumlah pemuka agama lain dari berbagai negara. Tak kurang dari 500 delegasi dari 70 komunitas Yahudi di seluruh dunia hadir dalam kongres ini.
Ada yang menilai kehadirannya di Kongres Yahudi Sedunia itu mencederai umat Islam, khususnya bangsa Palestina yang dijajah oleh negara Yahudi Zionis Israil. Din menanggapi dengan santai, “Apanya yang mencederai? Siapa yang kontroversial? Kita menjelaskan agama kita kan bagus. Saya menyampaikan pandangan Islam di depan kaum Yahudi, itu kan menarik.
Bagi Din, inilah kesempatan kita untuk berdakwah. Ketika ia sampaikan tentang Islam dan ayat Al Qur’an, mereka bisa memahami. Ia jelaskan, Islam bisa hidup berdampingan secara damai, saling taaruf (saling mengenal) dan lakum dinukum waliyadin.
Sebagai President of ACRP (Presiden Konferensi Asia untuk Agama dan Perdamaian) yang berpusat di Tokyo, Jepang dan Co President of WCRP (Wakil Presiden Konferensi Dunia untuk Agama dan Perdamaian) , atau tokoh agama se Asia dan Dunia, Din telah berhubungan sejak lama dengan para pemimpin agama dari semua agama, termasuk Yahudi, Kristen dan Islam. Ketiga agama itu merupakan agama samawi atau Abrahamic religius. Karena itu, ketiga agama itu perlu saling mendekat dan hidup berdampingan secara damai serta mengembangkan kerja sama peradaban untuk kemanusiaan.
Pada General Assembly of Religions for Peace (RfP) di Wina, Austria pada 20 Nopember 2013, Din dipercaya menjadi co-President Religions for Peace, sebuah organisasi tokoh agama sedunia yang berpusat di New York, Amerika Serikat. Ia sambut jabatan berkelas dunia itu sebagai sebuah kehormatan.
Dalam pertemuan tokoh agama sedunia itu yang diikuti 700 tokoh berbagai agama, Din mengajak para tokoh agama sedunia untuk mentransformasi energi konflik menjadi energi persatuan dan kerjasama.
Ia menyerukan untuk mengarusutamakan wacana persamaan dalam agama-agama, daripada mengembangkan perbedaan di antara agama-agama tersebut. Agama-agama, meskipun memiliki perbedaan mendasar, terutama dalam hal teologi, tapi juga memiliki persamaan-persamaan mengenai kemanusiaan. Dalam hal kemanusiaan itulah, umat berbagai agama bisa kerja sama.
Dalam pertemuannya dengan Perdana Menteri Jepang pada 2 Agustus 2013, Din membicarakan peningkatan kerjasama Indonesia-Jepang, termasuk kerjasama antara Muhammadiyah dan Pemerintah Jepang dalam berbagai bidang.
Din memandang Indonesia dan Jepang perlu meningkatkan kerjasama menghadapi pergeseran pusat gravitasi ekonomi dunia ke Asia Timur. Jepang memiliki kemajuan ekonomi dan iptek, sedangkan Indonesia punya kekayaan sumber daya alam. Jika keduanya dipadukan, maka akan menjadi kekuatan dahsyat.
Setelah pertemuan dengan Perdana Menteri Jepang, Din berbicara di depan 200-an tokoh agama dunia di Kyoto, tentang peran tokoh agama dalam menghadapi bencana alam. Ia diundang ke konferensi tersebut, selain sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah dan Wakil Ketua Umum MUI Pusat, juga sebagai Presiden Asian Conference of Religions for Peace (ACRP) atau Presiden Konferensi Asia untuk Agama dan Perdamaian yang berpusat di Tokyo.
Ketika Din pidato di Sidang Raya Dewan Gereja Sedunia yang berlangsung di Busan, Korea pada 5 November 2013, ia menyampaikan pesan umat Islam sedunia, khususnya umat Islam Indonesia melalui forum tersebut.
Sidang Raya Dewan Gereja Sedunia ke 10 yang diselenggarakan tujuh tahun sekali itu, dihadiri sekitar 3000 tokoh gereja Kristen Protestan berasal dari berbagai negara, Din menjelaskan tentang situasi dunia yang masih diliputi ketiadaan damai, seperti kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, kesenjangan, kekerasan, ketidakadilan, konflik dan perang. Ia kembali menyerukan agama-agama di dunia harus berperan sebagai problem solver. Perlu agama-agama menampilkan misi profetiknya. Namun, agama-agama harus menyelesaikan masalah-masalah dirinya, baik internal maupun eksternal dengan agama-agama lain.
Seruan untuk mengharus utamakan persamaan-persamaan dan tidak membesar-besarkan perbedaan-perbedaan selalu ia menyeruakan di berbagai kesempatan di seluruh dunia.
Senin 30 September 2013, Din diterima oleh Paus Fransiskus di Vatikan, Italia untuk membicarakan isu Courage to Hope atau keberanian menuju harapan.
Pada pertemuan itu Din mengharapkan, di bawah Paus Fransiskus, hubungan Gereja Katolik dengan Dunia Islam semakin harmonis dan bekerja sama, terutama untuk menanggulangi masalah-masalah kemiskinan.
Pada berbagai pertemuan itu, Din juga berbicara tentang Islam Indonesia.
Umat Islam Indonesia, menurut Din, dikenal sebagai umat Islam yang moderat dan suka damai. Umat Islam Indonesia dikenal memiliki kekayaan alam dan kekayaan nilai-nilai budaya serta mampu memahami keberagaman budaya lokal dan budaya dunia. Umat Islam Indonesia juga dikenal mudah menyerap ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi pilar peradaban dunia.
Dalam bahasa yang lebih populer, umat Islam Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, juga memiliki sumber daya nilai yang tidak tertandingi oleh umat dan bangsa lain. Yang juga cukup berharga, umat Islam Indonesia memiliki sumberdaya sejarah, termasuk sejarah peradaban, sejarah pertumbuhan dan sejarah pengembangan Islam yang amat berharga.
Dengan berbagai kelebihan di atas, umat Islam Indonesia mudah diterima di seluruh dunia. Ketika anak muda Indonesia belajar di perguruan tinggi Mesir, mereka diterima dengan baik dan keramahan khas Indonesia diakui sebagai perekat persahabatan antar bangsa. Demikian juga ketika anak muda Indonesia belajar di Saudi Arabia, di Iran, di India, di Jepang, di Amerika Serikat, di Kanada, di Inggris, di Belanda, di Jerman, di Turki dan negara lain. Ketika yang datang dan yang mengundang adalah orang Indonesia atau umat Islam dari Indonesia, hampir tidak ada yang menolak. Mereka semua tahu, bangsa Indonesia dan umat Islam Indonesia adalah umat dan bangsa yang kooperatif, dan bukan bangsa dan umat yang eksplotatif dan ekspansif.
Dengan tingkat keberterimaan yang tinggi seperti itu, sesungguhnya Indonesia memiliki peluang besar untuk memimpin dunia. Paling tidak, memimpin dunia lewat ide, budaya, dan perdamaian. Sebab, inilah yang dibutuhkan dunia sekarang ini.
Selama enam tahun
Din Syamsuddin aktif di DPP Golkar,
mulai sebagai Ketua Litbang
hingga terakhir menjabat Wakil Sekjen,
sebelum berhenti
pada Februari 1999,
karena lebih memilih berkosentrasi
sebagai dosen
untuk menjadi Guru Besar
Politik Pemikiran Islam
di almamaternya,
IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (kini UIN).
Ia sempat
menjabat Wakil Sekretaris
Fraksi Karya Pembangunan MPR
selama setahun (1997-1998).
Sebelumnya, Din pernah diajak bergabung di DPP PPP sebagai anggota majelis pakar. Bahkan,
ditawari menjadi caleg.
Tapi, ia tidak tertarik. Apalagi, disertasinya meraih doktor bidang Politik Pemikiran Islam,
bicara tentang politik nilai,
bukan politik kepartaian maupun politik kekuasaan.
Di saat bersamaan,
Golkar pun sering
mengundangnya
menjadi salah satu
pembicara pada berbagai seminar.
“Saya dimasukkan menjadi pengurus DPP Golkar,
padahal saya tidak mau,
karena masih betah menjadi akademisi. Namun, setelah berkonsultasi dengan
tokoh-tokoh Muhammadiyah,
semua mendukung saya di Golkar. Yang terang,
kalau saya pernah di partai politik, itu adalah penyimpangan dari cita-cita saya,” tegas Din.
Din bicara tentang isu akan berkoalisinya Islam dengan Cina.
Di berbagai forum skala internasional dan nasional, Din mengatakan, Amerika takut Jika terjadi koalisi Islam dan Cina.
Ia menyebut, donasi yang saat itu sangat marak mendukung gerakan radikalisme merupakan sikap waspada Barat, khususnya AS atas tesis Samuel P. Huntington itu.
Ia menilai adalah bagian dari strategi agensi-agensi Barat yang terpengaruh oleh tesis Samuel P. Huntington yang menyebutkan bahwa ada kemungkinan diposible clash of civilization Islam and the West. Mereka sangat khawatir jika terjadi koalisi antara Islam dan Cina, China-Islamic coalition. Apalagi, saat ini Cina mengalami kebangkitan.
Ketika Din menjadi keynote speaker sebuah konferensi di Jepang. Ada juga beberapa pembicara dari Asia. Ia perhatikan, Jepang dan Amerika itu sangat takut dengan Cina. Ia katakan, bahwa mungkin saja terjadi koalisi antara Islam dan Cina, dua buah kekuatan yang sangat dahsyat. Cina dengan penduduk lebih dari 1,5 miliar dan dunia Islam yang mencapai 1,3 miliar jiwa, ditambah dengan potensi alam yang sangat luar biasa. Dunia Barat tidak bisa menghadapinya dengan fundamentalisme. yang mereka sebut Judea-Christen Coalition di belakang sejak pemerintahan Bush hingga Obama dengan menerapkan arogansi neo-imperialisme, sehingga akan terjadi resistensi.
Din tidak takut, kalau ada rekayasa kebudayaan lewat agensi-agensi seperti itu.
Terhadap itu, Din yakin bisa dihadapi dengan penjelasan-penjelasan yang persuasif. Saat ini berkembang dialektika untuk mendekatkan diri dengan para tokoh, karena Muhammadiyah memiliki akar dalam pembaharuan, dan masih mengklaim diri sebagai tajdid (pembaharu). Ini juga saran terakhir dari sosok Nurcholish Madjid saat Din menjenguk beliau di bulan Juli 2005, sebulan sebelum beliau wafat.
Pesan Nurcholis Madjid kepada Din, teruskan gerakan pembaharuan.
Karena Muhammadiyah punya jati diri dan memiliki potensi serta pengalaman sebagai gerakan pembaharuan. Di sisi lain, Muhammadiyah juga berobsesi ingin menjadi sebuah “tenda” besar untuk menaungi umat Islam maupun bangsa yang mau bernaung di bawahnya, baik yang bersetuju dengan paham keagamaan Muhammadiyah maupun tidak. Ini menjadikan Muhammadiyah sebagai kekuatan penengah dan perantara yang selama ini sudah kita buktikan.
Din Sindit GAR ITB
Din Syamsuddin angkat bicara. Dia memberi jawaban atas pelaporan dirinya ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) oleh GAR ITB.
GAR ITB, menuduh Din radikal. Termasuk menjadi pemimpin oposisi pemerintah melalui pembentukan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).
Din menjelaskan, dirinya adalah aktivis perdamaian dunia, yang sudah lama mengusung toleransi dan kerukunan antar umat beragama. Maka tudingan radikal itu, tidak pas. Ia menduga, ada hal politik di balik pelaporan terhadap dirinya.
“Saya tidak sempat berspekulasi tapi sebagai pembelajar politik, jelas mereka punya motif politik dan tidak dapat terbantahkan bahwa ada nuansa Islamphobia,” kata Din, dalam wawancara di Apa Kabar Indonesia Pagi tvOne, Rabu 24 Februari 2021.
Dia menegaskan, sudah lama melakukan kritik terhadap pemerintah. Lalu, mengistilahkan orang radikal, menurutnya juga salah kaprah. GAR Alumni ITB juga melaporkan, karena Din adalah seorang ASN. Namun justru, kata Din, pelapor itu yang tidak memahami posisi dia dan ASN lainnya sebagai pendidik.
“Itu yang tidak dipahami, ASN itu ada macamnya. Kami ini ASN akademisi, pengajar dan ada kebebasan akademik. Apalagi mohon maaf, saya ASN tapi juga tokoh ormas yang tugas ormas seperti Muhammadiyah yang pendiri Republik ini agar mereka tahu Muhammadiyah ikut mendirikan, maka mengawasi mengawal Republik ini,” jelas Din.
Mengenai pemimpin oposisi pemerintahan sekarang. Din mengatakan, para alumni tersebut tidak memahami beroposisi. Dia dan para pihak yang mengkritik pemerintah itu, merumuskan berbagai persoalan.
“Itu pakar-pakar itu, jauh lebih hebat dari yang menuduh seperti itu,” katanya.
Sebab menurutnya, adalah benar jika saat ini indeks korupsi Indonesia sangat rendah. Begitu juga dengan keadilan sosial hingga kerusakan lingkungan. Maka menurutnya, kondisi inilah yang dikritisi. Din menegaskan, dia adalah orang yang loyal pada bangsa dan negara.
“Loyal kepada bangsa dan negara yang ikut didirikan Muhammadiyah, loyal kepada pemegang yang sah hasil pemilu demokratis yang berdasarkan konstitusi tapi kritik terhadap penyimpangan,” katanya.
Sayangnya, kata dia, semua dilihat hanya dari sisi politiknya. Tidak berpikir soal kehidupan kebangsaan dan perkembangan politik ke depan.
“Kaum intelegensia seyogyanya para alumni univeritas itu harusnya punya kritisisme, tapi kalau kemudian dia justru mengkritik orang yag mengkritik, kerusakan kebangsaan kenegaraan ini saya tidak bisa berpikir apa. Tapi itu tidak bisa digebyah uyah,” katanya. Karena masih banyak alumni yang memiliki pemikiran yang rasional, melihat kondisi bangsa dan negara saat ini.***